Adat Seserahan Padang (Acara Babako Babaki)
Acara babako, adalah
tradisi yang mencerminkan kehidupan bergotong royong pada masyarakat
Minangkabau, dimana kerabat ayah CPW memberikan barang antaran untuk
CPW, yang terdiri seperangakat kebutuhan wanita yang disusun dalam baki
baki sesuai dengan jumlah barang yang akan diantara tadi.Penyelenggaraan
acara perkawinan menurut adat di Minangkabau melibatkan seluruh
anggota kerabat baik dari pihak ayah maupun pihak ibu. Sungguhpun
kewijiban utama penyelenggaraan acara itu berada di tangan para ninik
mamak pengantin wanita, namun juga melibatkan kerabat dari pihak ayah.
Biasanya jika ada hajad untuk menyelenggarakan perkawinan, maka ibu
dari Calon Pengantin Wanita (CPW), akan memberi tahukan pihak saudara
suaminya (bako dari CPW), tentang gadisnya telah beroleh jodoh.
Selanjutnya ia akan menyampaikan urutan acara dan upacara pra
pernikahan, upacara akad nikah. Ia mengundang pihak “induk bako/bako” (
ibu mertuanya – bila masih ada dan saudara suaminya) atau iparnya untuk
ikut melepas anaknya menuju jenjang pelaminan. Bagi periparan dan
pebesanan sesama Minangkabau, maka dengan sendirinya undangan ini
dipahami sebagai permintaan bantuan atau sumbangan bagi anak gadisnya
yang akan melakukan pernikahan itu. Ada suatu kiasan yang menyatakan “
sabalun bakilek alah bakalam”, yang artinya bahwa pihak yang diajak
berunding dengan sendiri telah mengetahui maksud dan tujuan pembicaraan
itu. Peristiwa
memberikan bantuan dan melepas anak pusaka/anak pisang menuju jenjang
pernikahan ini, dilakukan secara formal oleh pihak Bako, yang disebut
Acara “ babako – Babaki “. Jadi acara Babako adalah suatu upacara adat
pra perkawinan yang diselenggarakan oleh kerabat pihak ayah. Yang
disebut bako, ialah seluruh keluarga dari pihak ayah. Sedangkan pihak
bako ini menyebut anak-anak yang dilahirkan dari saudara laki-laki
dengan isterinya dari suku yang lain dengan sebutan anak pusako. Tetapi
ada juga beberapa nagari yang menyebutnya dengan istilah anak pisang
atau anak ujung emas.
Dalam
sistim kekerabatan matrilineal di Minangkabau, pihak keluarga ayah
tidak begitu berperan dalam kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam
lingkungan keluarga anak pusakonya. Namun didalam kegiatan mengisi
khazanah adat dan budaya Minangkabau, setidaknya ada empat peristiwa
dalam kehidupan seorang anak pusako, anak pisang atau anak ujung emas,
dimana pihak bako ikut berkewajiban mengisi adat dan budaya atau
menyelenggarakan suatu acaranya khusus, yaitu :
1. Acara turun mandi atau penyelenggaraan aqiqah.
2. Upacara perkawinan
3. Pengangkatannya penghulu (bagi laki-laki)
4. Penyelenggraan kematian
1. Acara turun mandi atau penyelenggaraan aqiqah.
2. Upacara perkawinan
3. Pengangkatannya penghulu (bagi laki-laki)
4. Penyelenggraan kematian
Pada
perkawinan anak pusako, keterlibatan pihak bako ini terungkap dalam
acara adat yang disebut babako-babaki. Dalam acara itu, sejumlah
keluarga ayah secara khusus mengisi adat dengan datang berombongan
kerumah CPW dengan membawa berbagai macam antaran.
Hakikat
dari acara ini ialah bahwa pada peristiwa penting semacam itu, pihak
keluarga ayah ingin memperlihatkan kasih sayangnya kepad anak pusako
mereka dan merasa harus ikut memikul beban sesuai dengan kemampuan
mereka.
Acara ini dilaksanakan beberapa hari sebelum acara akad nikah dilangsungkan. Untuk efisiensi waktu dan biaya terutama di kota-kota besar, acara babako-babaki ini sekarang sering digabungkan pelaksanaannya dengan acara malam bainai.
Sore harinya pihak bako datang dan tetap tinggal di rumah anak pusakonya itu untuk dapat mengikuti acara bainai yang akan dilangsungkan malam harinya.
Acara ini dilaksanakan beberapa hari sebelum acara akad nikah dilangsungkan. Untuk efisiensi waktu dan biaya terutama di kota-kota besar, acara babako-babaki ini sekarang sering digabungkan pelaksanaannya dengan acara malam bainai.
Sore harinya pihak bako datang dan tetap tinggal di rumah anak pusakonya itu untuk dapat mengikuti acara bainai yang akan dilangsungkan malam harinya.
Tata caranya
Menurut
tradisi pada masa dahulu, gadis anak pusako yang akan kawin itu
dijemput lebih dulu oleh pihak ibu/kerabat ayahnya (induk bako) dan
diajak menginap di rumah keluarga ayahnya itu. CPW (disebut anak daro)
akan bermalam semalam di rumah bakonya, dan pada kesempatan itu para
orang tua-tua akan memberikan petuah dan nasehat yang berguna bagi
CPW/anak daro, sebagai bekal untuk menghadapi kehidupan berumah tangga
nanti. Setelah itu barulah CPW/anak daro ini diarak oleh pihak bakonya,
pulang kerumah dengan diiringi oleh seluruh kerabat ayahnya ( ibu-ibu)
dengan membawa dan menjunjung berbagai macam antaran. Kegiatan ini
diiringi dan dimeriahkan dengan iringan pemain-pemain musik tradisional
yang ditabuh sepanjang jalan.
Sebaliknya,
pihak keluarga ibu juga mempersiapkan penyambutan rombongan bako ini
dengan acara yang tidak kalah meriahnya. Mulai dari penyambutan
dihalaman dengan tari gelombang sampai kepada penyediaan
hidangan-hidangan di atas rumah.
Barang yang dibawa untuk keperluan acara babako adalah :
1. Sirih lengkap dalam carano sebagai kepala adat,
2. Nasi kuning singggang ayam sebagai makanan adat,
3. Seperangkat busana wanita, baju, kain balapak, selendang, sendal, perhiasan emas sebagai pakaian adat.
4. Perangkat bahan mentah yang diperlukan di dapur untuk persiapan perhelatan, seperti beras, kelapa binatang-binatang ternak yang hidup, seperti ayam kambing atau kerbau.
6. Perangkat makanan yang telah jadi, baik berupa lauk pauk maupun kue-kue besar atau kecil.
1. Sirih lengkap dalam carano sebagai kepala adat,
2. Nasi kuning singggang ayam sebagai makanan adat,
3. Seperangkat busana wanita, baju, kain balapak, selendang, sendal, perhiasan emas sebagai pakaian adat.
4. Perangkat bahan mentah yang diperlukan di dapur untuk persiapan perhelatan, seperti beras, kelapa binatang-binatang ternak yang hidup, seperti ayam kambing atau kerbau.
6. Perangkat makanan yang telah jadi, baik berupa lauk pauk maupun kue-kue besar atau kecil.
Menurut
tradisi masa lalu, pihak bako juga melengkapi dengan berbagai macam
bibit tumbuh-tumbuhan yang selain mengandung arti simbolik juga dapat
dipergunakan oleh calon anak daro dan suaminya sebagai modal untuk
membina perekomonian rumah tangganya nanti.
Dibeberapa
daerah di Minangkabau, sebagai pelengkap acara pihak bako membawa
racikan air harum-haruman dari tujuh macam bunga, daun sitawa –
sidingin. dan tumbukan daun inai yang akan dipergunakan dalam upacara
mandi-mandi dan bainai.
Disinilah pada acara babako – babaki ini, terlihat kehidupan bergotong royong diantara masyarakat hukum adat berlangsung secara meriah, Bahwa melepas seorang gadis menuju mahligai rumah tangga didukung oleh segenap kerabat baik kerabat dari pihak ibu maupun pihak ayah.
Disinilah pada acara babako – babaki ini, terlihat kehidupan bergotong royong diantara masyarakat hukum adat berlangsung secara meriah, Bahwa melepas seorang gadis menuju mahligai rumah tangga didukung oleh segenap kerabat baik kerabat dari pihak ibu maupun pihak ayah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar